APSU diatur di dalam Pasal 6 UU Arbitrase dan APSU
Definisi
Alternatif
penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni penyelesaian
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli.
Asas-Asas
1. Kebebasan berkontrak (mufakat).
APS
dilakukan oleh para pihak didasarkan atas kesepakatan. Kesepakatan ini
menunjuk pada asas kebebasan berkontrak dimana pihak-pihak akan
menyelesaikan sengketanya secara musyawarah (konsultasi, negosiasi,
konsiliasi atau penilaian ahli).
2. Iktikad baik
Asas ini
berperan sebagai perekat bagi para pihak untuk dapat membahas sengketa
yang ada diantara mereka menurut kepatutan, terbuka dan kedua pihak
bertujuan untuk tidak pergi ke pengadilan.
3. Perjanjian mengikat (Pacta Sunt Servanda).
4. Putusan terakhir dan mengikat (final and binding).
5. Pendaftaran.
6. Kerahasiaan (confidensial).
Proses APSU
Proses penyelesaian sengketa ini terjadi dalam tahapan sebagai berikut:
1. Tahap pertama: Pertemuan langsung (Ps. 6 ayat (2)).
Pertemuan
langsung ini dilakukan para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
2. Tahap kedua: Bantuan penasihat ahli atau mediator (Ps. 6 ayat (3)).
Jika tidak
dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak sengketa
atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih
penasihat ahli maupun melalui seorang mediator
3. Tahap ketiga: Penunjukan mediator melalui bantuan lembaga-lembaga APS atas permintaan para pihak (Ps.6 ayat (4)).
Jika kata
sepakat tidak tercapai atau mediator tadi tidak berhasil mempertemukan
kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi sebuah lembaga
alternative penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang Mediator.
Mediator adalah pihak ketiga yang netral (berada ditengah-tengah) yang
memberikan bantuan kepada pihak-pihak yang bersengketa untuk mendapat
penyelesaian yang memuaskan..
4. Tahap keempat : Arbitrase
Apabila
usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat
(6) tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan secara
tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga
arbitrase dan arbitrase ad-hoc.
Ketentuan
Pasal 6 UU Arbitrase dan APSU ini tidak mengatakan bahwa koneksitas
antara tahap negosiasi dengan lembaga APS dan lembaga Arbitrase harus
terjadi secara berurutan, yang secara imperatif harus dimulai dari
negosiasi, mediasi, yang diakhiri di Arbitrase. Dengan tidak adanya
ketentuan yang bersifat imperatif ini, maka para pihak yang bersengketa
atau beda pendapat mempunyai hak opsi untuk memilih, untuk langsung
minta penyelesaian ke Arbitrase atau ke APSU. Tentang cara konsultasi
negosiasi dan konsiliasi dilakukan dapat dilihat dari beberapa sudut
pandang. Di masyarakat tradisional yang mengenal lembaga perdamaian,
seperti runggun adat, kerapatan adat, maka proses penyelesaian sengketa
secara damai sudah terpola menurut adat kebiasaan. Adalah merupakan
pengetahuan umum, tentang tokoh-tokoh yang berpengalaman dan mampu
bertindak sebagai negosiator atau konsiliator atau mediator yang dapat
diminta oleh pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan persoalan
mereka.
Di dalam
masyarakat yang terbuka, terlebih lagi yang bersifat global maka lebih
dikehendaki adanya kepastian hukum sehingga adanya UU yang mengatur APSU
ini melegakan karena sudah ada rambu-rambu yang dapat dipergunakan oleh
hak bersengketa. yang memberikan kepastian hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar